Pengertian Politik dan Strategi Nasional
Secara etimologis kata politik
berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti
kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri. Dalam bahasa Indonesia, politik dalam
arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa.
Politik merupakan rangkaian asas, prinsip, keadaaan, jalan, cara dan alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang mencakup kepentingan seluruh
warga negara. Politics dan policy mempunyai hubungan yang erat dan timbal
balik. Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya, sedangkan policy
memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut
sebaik-baiknya.
Pelaksanaan tujuan itu memerlukan
kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan,
pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada. Dengan demikian, politik
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Negara
Adalah suatu organisasi dalam satu
wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Dapat
dikatakan negara merupakan bentuk masyarakat dan organisasi politik yang paling
utama dalam suatu wilayah yang berdaulat.
b. Kekuasaan
Adalah kemampuan seseorang atau
kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginannya. Yang perlu diperhatikan dalam kekuasaan adalah bagaimana cara
memperoleh kekuasaan, bagaimana cara mempertahankan kekuasaan, dan bagaimana
kekuasaan itu dijalankan.
c. Pengambilan keputusan
Politik adalah pengambilan keputusan
melaui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sektor public dari suatu
negara. Yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan politik adalah
siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat.
d. Kebijakan umum
Adalah suatu kumpulan keputusan yang
diambill oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara
mencapai tujuan itu.
e. Distribusi
Adalah pembagian dan pengalokasian
nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan
penting, nilai harus dibagi secara adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian
dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat.
Kata strategi berasal dari bahasa
Yunani Strategos yang dapat diterjemahkan sebagai komandan militer. Dalam
bahasa Indonesia strategi diartikan sebagai rencana jangka panjang dan disertai
tindakan-tindakan konkret untuk mewujudkan sesuatu yang telah direncanakan
sebelumnya.
Politik nasional adalah suatu
kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan
tujuan nasional bangsa. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan,
usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan,
pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk
mencapai tujuan nasional. Sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan
politik nasional dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh
politik nasional. Dapat dikatakan bahwa strategi nasional disusun untuk
mendukung terwujudnya politik nasional.
Dasar Pemikiran Penyususan Politik dan Strategi Nasional
Penyusunan politik dan strategi
nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam system
manajemen nasional yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam manajemen nasional
sangat penting sebagai kerangka acuan dalam penyususan politik strategi
nasional, karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita nasional dan
konsep strategi bangsa Indonesia.
Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Politik strategi nasional yang telah
berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945.
Sejak tahun 1985 berkembang pendapat yang mengatakan bahwa pemerintah dan
lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan suprastruktur
politik, lembaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, BPK, dan MA.
Sedangkan badan-badan yang berada didalam masyarakat disebut sebagai
infrastruktur politik yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat
seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan
(interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan
infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang
seimbang.
Mekanisme penyusunan politik strategi
nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden, dalam hal ini
Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR sejak pemilihan Presiden secara
langsung oleh rakyat pada tahun 2004. Karena Presiden dipilih langsung oleh
rakyat maka dalam menjalankan pemerintahan berpegang pada visi dan misi Presiden
yang disampaikan pada waktu sidang MPR setelah pelantikan dan pengambilan
sumpah dan janji Presiden/Wakil Presiden. Visi dan misi inilah yang dijadikan
politik dan strategi dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan
pembangumnan selama lima tahun. Sebelumnya Politik dan strategi nasional
mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR.
Proses penyusunan politik strategi
nasional pada infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh
rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, penyelenggara
negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua lapisan
masyarakat dengan mencantumkan sasaran masing-masing sektor/bidang.
Dalam era reformasi saat ini
masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam mengawasi jalannya politik
strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh Presiden.
Stratifikasi Politik Nasional
Stratifikasi politik nasional dalam
negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut ;
1. Tingkat penentu kebijakan puncak
a. Meliputi kebijakan tertinggi yang
menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar.
Menitikberatkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan
idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat
puncak dilakukanb oleh MPR.
b. Dalam hal dan keadaan yang
menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15
UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai
kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala
negata dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan dibawah
tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan
berisimengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional
dalam situasi dan kondisi tertentu.
3. Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu
bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna
merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut.
Wewenang kebijakan khusus ini berada ditangan menteri berdasarkan kebijakan
tingkat diatasnya.
4. Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan
dalam satu sektor dari bidang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk
mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
5. Tingkat penentu kebijakan di
Daerah
a. Wewenang penentuan pelaksanaan
kebijakan pemerintah pusat di Daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannya
sebagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing.
b. Kepala daerah berwenang
mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan
tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat I atau II. Menurut
kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan
kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut
Gubernur/KepalaDaerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau
Walikota/Kepala Daerah tingkat II.
Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional
Politik merupakan cara untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan politik bangsa Indonesia telah
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan politik bangsa Indonesia harus
dapat dirasakan
oleh rakyat Indonesia, untuk itu
pembangunan di segala bidang perlu dilakukan. Dengan demikian pembangunan
nasional harus berpedoman pada Pembukaan UUD 1945 alania ke-4.
Politik dan Strategi Nasional dalam
aturan ketatanegaraan selama ini dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan
oleh MPR. Hal ini berlaku sebelum adanya penyelenggaraan pemilihan umum
Presiden secara langsung pada tahun 2004. Setelah pemilu 2004 Presiden
menetapkan visi dan misi yang dijadikan rencana pembangunan jangka menengah
yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan dan membangun
bangsa.
1. Makna pembangunan nasional
Pembangunan nasional merupakan usaha
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia
secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Tujuan pembangunan
nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan
nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras,
serasi dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera
lahir dan batin.
2. Manajemen nasional
Manajemen nasional pada dasarnya
merupakan suatu sistem sehingga lebih tepat jika kita menggunakan istilah
sistem manajemen nasional. Layaknya sebuah sistem, pembahasannya bersifat
komprehensif, strategis dan integral. Orientasinya adalah pada penemuan dan
pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strategis secara menyeluruh dan
terpadu. Dengan demikian sistem manajemen nasional dapat menjadi kerangka
dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi perkembangan proses pembelajaran
maupun penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum
maupun pembangunan.
Pada dasarnya sistem manajemen
nasional merupakan perpaduan antara tata nilai, struktur dan proses untuk
mencapai daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana
dan sumber daya nasional demi mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan
yang serasi dan terpadu meliputi siklus kegiatan perumusan kebijaksanaan
(policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan, dan penilaian hasil
kebijaksanaan terhadap berbagai kebijaksanaan nasional. Disini secara sederhana
dapat dikatakan bahwa sebuah system sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan
unsur, struktur, proses, fungsi serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Secara sederhana unsur-unsur utama
sistem manajemen nasional dalam bidang ketatanegaraan meliputi :
a. Negara
Sebagai organisasi kekuasaan, negara
mempunyai hak dan kepemilikan, pengaturan dan pelayanan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa.
b. Bangsa Indonesia
Sebagai unsur pemilik negara,
berperan menentukan sistem nilai dan arah/haluan negara yang digunakan sebaga
landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi negara.
c. Pemerintah
Sebagai unsur manajer atau penguasa,
berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan umum dan pembangunan
kearah cita-cita bangsa dan kelangsungan serta pertumbuhan negara.
d. Masyarakat
Sebagai unsur penunjang dan pemakai,
berperan sebagai kontributor, penerima dan konsumen bagi berbagai hasil
kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Sistem Konstitusi Nasional
Konstitusi berasal dari bahasa
Perancis “Cons tituer” yang berarti membentuk. Maksud dari istilah tersebut
adalah pembentukan, penyusunan atau pernyataan akan suatu negara. Dalam bahasa
Latin, konstitusi merupakan gabungan dua kata “Cume” berarti “bersama dengan
….” Dan “Sta tuere” berarti: “membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan,
menetapkan sesuatu”. Sedangkan Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan dari
istilah Belanda “Grondwet”. “Grond” berarti tanah atau dasar, dan“Wet” berarti
Undang-Undang.
Menurut istilah, konstitusi adalah
keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi pada umumnya bersikat
kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan
suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi
harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal).
namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi bagi organisasi
pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas
strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula
arti konstitusi ekonomi.
Menurut F. Lasele konstitusi dibagi
menjadi 2 pengertian, yakni:
1. Sosiologis dan politis. Secara
sosiologis dan politis, konstitusi adalah sintesa faktor-faktor kekuatan yang
nyata dalam masyarakat.
2. Yuridis. Secara yuridis konstitusi
adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi
pemerintahan.
Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi
Secara garis besar, tujuan konstitusi
adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat
yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sedangkan
fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk
sistem politik dan sistem hukum negara.
Menurut A. A. H. Struycken ruang
lingkup konstitusi meliputi:
a. Hasil perjuangan politik bangsa di
waktu yang lampau
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan
ketatanegaraan bangsa
c. Pandangan tokoh bangsa yang hendak
diwajibkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang
d. Suatu keinginan dengan
perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Klasifikasi Konstitusi
K. C. Weare mengklasifikasikan
konstitusi menjadi 5, yaitu:
a. Konstitusi tertulis dan tidak
tertulis
Konstitusi tertulis adalah konstitusi
dalam bentuk dokumen yang memiliki “kesakralan khusus” dalam proses
perumusannya. Sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih
berkembang atas dasar adat- istiadat dari pada hukum tertulis.
b. Konstitusi fleksibel dan
konstitusi kaku
Konstitusi yang dapat diubah atau
diamandemen tanpa adanya prosedur khusus disebut dengan konstitusi fleksibel.
Sebaliknya, konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan
atau amandemennya adalah konstitusi kaku.
c. Konstitusi derajat tinggi dan
konstitusi tidak derajat tinggi
Konstitusi derajat tinggi ialah
konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Sedangkan
konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan
serta derajat seperti konstitusi derajat tinggi.
d. Konstitusi serikat dan konstitusi
kesatuan
Bentuk ini berkaitan dengan bentuk
negara; jika negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian
kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian
e. Konstitusi sistem pemerintahan
presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer
Ciri-ciri sistem pemerintahan
presidensial :
- Presiden dipilih langsung oleh
rakyat atau dewan pemilih
- Presiden bukan pemegang kekuasaan
legislatif
- Presiden tidak dapat membubarkan
pemegang kekuasaan legislatif dan
tidak dapat memerintahkan diadakan
pemilihan.
Ciri-ciri sistem pemerintahan
presidensial
- Kabinet yang dipilih PM dibentuk
atau berdasarkan ketentuan yang
menguasai parlemen
- Para anggota kabinet sebagian atau
seluruhnya adalah anggota
Parlemen.
- Kepala negara dengan saran PM dapat
membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilu.
Sejarah Perkembangan Konstitusi
Konstitusi telah lama dikenal sejak
jaman bangsa Yunani. Pada masa itu pemahaman tentang konstitusi hanyalah
merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata.
Sejalan dengan perjalanan itu, pada masa kekaisaran Roma konstitusi berubah
makna, yakni; suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para
kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan
setempat selain undang-undang.
Selanjutnya pada abad VII lahirlah
piagam Madinah atau konstitusi Madinah yang merupakan satu bentuk konstitusi
pertama di dunia yang telah memuat materi sebagaimana layaknya konstitusi
modern dan telah mendahului konstitusi-konstitusi lainnya di dalam meletakkan
dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Pada tahun 1789 meletus revolusi di
Perancis, ditandai oleh ketegangan- ketegangan di masyarakat dan terganggunya
stabilitas keamanan negara. Maka pada tanggal 14 September 1791 tercatat
diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI. Sejak peristiwa inilah,
sebagian besar negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan prinsip ketatanegaraannya
pada sandaran konstitusi.
Dan akhirnya, muncullah konstitusi
dalam bentuk tertulis yang dipelopori
oleh Amerika. Namun, konstitusi pada
waktu itu belum menjadi hukum dasar yang penting. Konstitusi sebagai UUD, atau
“Konstitusi Modern” baru muncul bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi
perwakilan.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Sistem ketatanegaraan kita pasca
amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang
tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara, tetapi juga bidang-bidang hukum
yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia dan lain-lan. Dimensi
perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta
membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang sosial, politik,
ekonomi, pertahanan, dan hubungan internasional.
Tentu semua cakupan masalah yang
begitu luas, tidak dapat saya ketengahkan dalam ceramah yang singkat ini.
Ceramah ini hanya akan menyoroti beberapa aspek perubahan konstitusi dan
pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga negara, yang menjadi ruang lingkup kajian
hukum tata negara. Terkait dengan hal itu, saya tentu harus menjelaskan sedikit
latar belakang sejarah, gagasan dan hasil-hasil perubahan, yang menunjukkan
adanya perbedaan-perbedaan dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Saya ingin pula
mengetengahkan serba sedikit analisis, tentang kelemahan-kelemahan UUD 1945
pasca amandemen, untuk menjadi bahan telaah lebih mendalam, dan mungkin pula
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penyempurnaan UUD 1945 pasca
amandemen.